Pura-pura Rilis Berita Padahal Pencitraan Politik Jagoannya
Independensi dan netralitas jurnalis termasuk lembaga media selalu menjadi sorotan terutama ketika masuk tahun demokrasi, hal ini wajar saja karena media merupakan pilar keempat demokrasi, menjaga nalar dan Kesehatan demokrasi baik di tingkat daerah maupun nasional bahkan global.
Baru-baru ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengimbau agar para wartawan bisa menjaga independensi dalam Pilkada serentak 2024. Imbauan tersebut salah satunya disampaikan Bawaslu Ciamis.
Setuju dengan apa yang diingatkan Bawaslu Ciamis kepada wartawan maupun media, bahwa independensi wartawan maupun media ini memang sudah diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik.
Baca Juga:12 Destinasi Wisata Terbaik di Jawa Barat10 Makanan Khas Garut yang Wajib Dibawa Pulang
Peran wartawan dan media tentu sangat penting dalam menjaga keseimbangan demokrasi, maka dari itu pihak yang memiliki kekuatan dan pengaruh tersebut tentu perlu menjaga integritasnya.
Kita tentu perlu khawatir ketika hampir setiap kontestasi Pemilu, ada saja wartawan yang juga merangkap menjadi tim sukses (timses). Ya meski tidak terdaftar di KPU, namun para wartawan ini bergerak aktif di belakang layar dalam pemenangan kandidat tertentu dengan menggunakan tulisan, foto atau video yang menjadi karya jurnalistik dan dimuat di media-media.
Isi beritanya bisa berupa pencitraan jagoannya, atau mungkin propaganda bahkan sampai dengan black campaign dalam upaya mendelegitimasi lawan politik jagoannya dengan menyamar di balik baju dan id card pers-nya. Nyatanya banyak kan wartawan maju di Pemilu ambil cuti, habis gak laku balik lagi ke media. Atau banyak wartawan yang merangkap jadi staf ahli pejabat pemerintahan, dan lainnya.
Fenomena ini memang tidak hanya terjadi di Indonesia saja tapi juga misalnya di Inggris, dalam penelitannya Aeron Davis yang dituangkan dalam buku Political Communication, hampir 90 persen anggota parlemen disana punya keterkaitan dengan para wartawan.
Mereka (wartawan) dimanfaatkan cepu sebagai sumber informasi pribadi (di belakang panggung) untuk kemudian informasi penting itu dijadikan bahan dalam komunikasi politik, baik itu untuk kampanye maupun black campaign lawan politiknya. Sementara “oknum” wartawan mendapat benefit berupa imbalan uang atau jabatan dan sebagainya.